Artwork by : Roni A. Salam a.k.a JONERROR , 2018 |
Tragedi Toko Buku dan Mang Kos
Oleh : Roni A. Salam a.k.a JONERROR, 2018
Hari apa ini ? oh hari ini hari kamis, malam jum’at. Entah mengapa disebut malam jum’at, mungkin esoknya hari jum’at, mungkin ! Malam jum’at bukan-lah malam yang horror bagi saya, melainkan malam yang gelap, hanya sinar lampu ,yang dialiri listrik hingga bisa menyala, baik yah listrik itu ? juga sinar rembulan, ada bintang ada Pos Kamling juga. ah sudahlah bukan itu yang ingin aku ceritakan. Kalian juga ngapain membaca ini.
Tadi sore, eh tadi malam, eh entahlah kapan itu, yang jelas sehabis adzan magrib pokoknya. Saya , iya saya bukan kamu, membeli sebuah buku gambar, tapi bukan buku gambar yang seperti anak SD (Sekolah Dasar) pada umumnya, tapi yang cocok untuk anak remaja (padahal sama aja) yang agak keren gitu maksudnya, atau orang sebut itu sketchbook. Sketchbook itu adalah buku gambar.
Saya membeli itu di toko alat tulis, bukan di salon, kecuali kalau salon itu menyediakannya. Sketchbook itu saya pilih dengan susah payah, karena banyak pilihan disana, ada rasa strawberry , ada rasa melon, ada rasa jeruk dan aneka buah pokoknya. Itu kalau mau beli jus, tapi saya mau beli sketchbook bukan jus buah. Huh...aku bingung, sungguh. Sesekali saya bertanya pada penjaga tokonya :
“maaf ,mbak ?” Tanya saya kepada penjaga tokonya.
“iya mas, ada yang bisa saya bantu ?” jawabnya, diiringi dengan senyuman manisnya. Mungkin itu sebuah keterpaksaan yang diperintahkan oleh atasannya
“mohon maaf lahir batin ya ,mbak “ ucapku sambil senyum sebagus mungkin, yang saya bisa, yang saya pelajari saat bayi, saat SD, saat SMP, saat SMA, saat kuliah. Dan itu menyenangkan !.
“hehe…iya mas,sama-sama. Ada yang bisa saya bantu ,mas ?” Tanyanya sembari melempar senyum manisnya, lagi. Mungkin yang sekarang dia ikhlas tersenyum. Mungkin itu juga.
Senyuman itu mungkin sebuah jurus untuk melumpuhkan hati seorang kaum Adam. “oh Tuhan betapa cantiknya senyumnya, tapi sayang dia seorang penjaga toko, bukan seorang biadari yang ingin aku miliki.” Ucapku dalam hati yang tak ingin saya ucapkan, karena itu akan menyinggung perasaan penjaga toko itu. Lagian malu untuk bilang begitu.
“enggak Mbak, Cuma mau bilang itu aja“ jawabku sambil tersenyum, dengan harapan itu adalah senyum terbaikku, semoga, do’akan saja.
Disitu dia (penjaga toko) tersenyum sambil ditutupi dengan kedua tangannya. Bukan dengan tangan saya, tapi tangan si Mbaknya sendiri. Nanti disangka mau nyulik.
Setelah itu dia (iya, si penjaga toko itu, ih !) memalingkan badannya dan bergegas pergi. Terlihat jelas olehku bahwa dia sedang tertawa, mungkin berbahak-bahak tapi ditahan karena malu, dan dia tidak muncul lagi setelah itu. Sudah kuduga, dia pasti tertawa dengan teman-temannya soal kebodohan aku itu.
Mungkin sudah setengah jam sudah saya berkeliling di Toko alat tulis itu, akhirnya saya memutuskan untuk memilih buku itu untuk saya miliki.
"Maaf buku yang lain, mungkin suatu saat nanti kau akan ku miliki."
Setelah itu, sketchbook itu saya bawa ke kasir, tadinya mau dibawa lari, tapi gak jadi , disebabkan oleh karena motor parkir dengan diampit depan, belakang, kanan, kirinya oleh motor yang lain, gak jadi deh dibawa larinya. Lagian juga takut diteriakin “maling….maling ! “.
Lalu saya terpaksa nyopet dompet saya sendiri. Keberatan ? ngapain keberatan ? toh itu dompet saya !.
Sketchbook itu akhirnya sah menjadi milik pribadi , setelah membayar sebesar tiga puluh tujuh ribu. Benar kata orang, “semua yang didasari dengan uang akan mudah untuk kita miliki secara pribadi.” Entahlah kata siapa, yang jelas dia seorang manusia.
Terjadi dialog antara saya dan si ibu kasir :
“harganya tiga puluh tujuh ribu ,mas “ kata si ibu kasir.
“maaf, bisa diulang ,bu ?” saya meminta ibu itu untuk mengulangi perkataanya yang pelan itu.
“harganya tiga puluh tujuh ribu ,mas “ jawabnya dengan sedikit menaikan volume suaranya.
Terjadilah kerusuhan pada saya sendiri, grasak-grusuk nyari dompet dan saku celana saya, seolah sedang mencari uang.
“aduh ibu…!” ucapku dengan nada sedikit kebingungan dan menyedihkan.
“kenapa mas ?” Tanya si ibu kasir itu, dengan mata yang mengerutkan dahi kepalanya. Mungkin dia bingung dan sedikit panik.
“uangnya pas, gak ada lebihnya” kataku dengan raut wajah yang memelas.
“iya gak apa-apa mas, kan ini juga pas”
“kalau itu bayar gak ya, bu ?” tanyaku sambil menunjuk kearah parkiran, dengan tujuan menanyakan berapa biaya berapa untuk parkir.
“seadanya aja mas ngasih uang parkirnya “ jawabnya.
“kan, uangnya pas, gak ada lebihnya”
“yaudah bilang aja “punten” ke si emangnya .” punten adalah bahasa sunda yang artinya
“maaf atau permisi”.
“oh yaudah, makasih, bu.” Setelah bilang begitu, saya lekas membayar dan pergi ke parkiran.
---
Kini seluruh ragaku berada di depan, yaitu di tempat dimana saya tadi menyimpan kendaraan saya yang disebut dengan motor. Kini yang dirasakan adalah rasa bingung. Bukan bingung karena bagaimana cara untuk bilang ke si mang parkir, tapi, bagaimana caranya untuk mengeluarkan motor saya dari beberapa motor orang.
Sesungguhnya bila kamu marah, sepertinya gak usah deh. Kenapa ? itu karena mereka melakukan dengan pada tempatnya. Saya menyuruh juru parkir itu untuk mengeluarkan motor saya, entah bagaimana caranya, pokoknya dia harus bertanggung jawab atas ini.
“maaf mang, ini motor saya gak bisa keluar !” itu adalah kalimat perintah secara tidak langsung, atau dengan gaya bahasa simbolis. Dengan kalimat itu si juru parkir itu (sebut saja Mangkos) akan segera mengeluarkan motor saya dengan cara yang dia bisa, entah bagaimana caranya. Sebenarnya entah siapa nama aslinya , saya males nanyanya !.
“oke siap bos, bisa diatur !” jawab si Mangkos. Dengan mudahnya dia berkata, sombong !.
Sedikit demi sedikit dia mulai menggeserkan motor-motor yang menghalangi gerak motor saya. Saya hanya bisa menontonnya, layaknya sedang menonton pertunjukan sulap yang sangat sederhana. Tapi ini bukan sulap, ini parkiran !.
“silahkan dicoba bos !” katanya, sembari masih menggeserkan motor yang masih menghalangi motorku dengan tujuan agar mudah keluarnya.
“apanya ,mang ?” Tanya saya.
“coba motornya dikeluarkin ,bos.!” Dia memandangku, sepertinya dia merasa sedang dipermainkan , padahal iya.
“ini kan sudah diluar, mang.” Jawab saya sambil tersenyum dan berjalan menuju motor saya, tadinya mau ke motor orang lain, tapi mau ngapain juga ?.
Saya segera mengeluarkan motor saya. “ huh, merepotkan !“ ucapku dalam hati. Dan pada akhirnya saya dan motor saya bisa keluar dari sekumpulan motor yang tidak bertanggung jawab itu.
“mang, sini dulu “ perintahku pada si Mang Kos itu yang sedang berusaha mengatur lalu lintas layaknya seorang juru parkir.
“iya, Bos ?” tanyanya
“kan tadi tuh saya beli ini (sambil menunjukan sketchbook yang saya tadi beli), terus si ibu gak ada kembalian, kembaliannya itu lima ribu rupiah. Terus kata saya ke ibu kasir itu bilang, yaudah biarin bu, buat parkir aja. Yaudah kata ibunya gak apa-apa.” Padahal enggak gitu ceritanya !.
“oh gitu, yaudah gak apa-apa Bos, biar entar saya minta ke si Ibunya.”
“jangan minta, ambil aja, mang !”
“hahaha…ah si Bos mah.”
“beneran gak apa-apa ,mang ?”
“asli Bos, gak apa-apa !”
“yaudah saya pulang dulu ,mang. Malu sama yang lain ,entar disangka mau maling ..hahaha”
“oke siap bos, hati-hati bos.”
Saya mulai bersiap-siap mau tancap gas, untuk pergi meninggalkan si Mang Kos dan pergi ke rumah. Sungguh sangat sedih untuk meninggalkannya. Iya, sedih harus berbohong padanya. Maafkan saya Mangkos.
“Mang juga hati-hati , banyak penipu, Mang !” ucapku , seolah aku memberi tahu padanya bahwasanya dia sudah tertipu.
“hahaha…iya Bos !” dia tertawa. Sepertinya dia tidak sadar sudah tertipu oleh orang yang telah merepotkannya. Sudahlah biarin.
“maaf ya ,mang !” itu adalah ucapan maaf karena telah menipu seorang juru parkir. Dengan berkata itu saya langsung pergi meninggalkan si Mangkos itu, entah siapa itu, yang jelas dia manusia. Saya langsung pergi ke rumah, tadinya mau beli martabak tapi gak jadi. Jangan nanya kenapa !.
---
Dan akhirnya saya tiba di rumah. Saya langsung pergi ke studio gambarku untuk melihat apa yang sudah saya beli. Wah, bahagia sangat rasanya punya sketchbook baru. Horeeee !
“Oh, Tuhan. Maafkanlah hambamu ini, yang telah menipu seorang juru parkir. Semoga penipuan tadi menjadi suatu jembatan rezeki untuk orang-orang yang membutuhkan-Mu, terutama si Mang Kos, eh, entah siapa si Mang parkir tadi. Dan semoga saya menjadi orang kaya, biar bisa membeyar setiap parkir. Aamiin.”
Kalimat do’a itu, saya jadikan sebagai penutup. Kejadian diatas memang benar terjadi, tapi ada yang saya tambahin dan kurangin. Kenapa ? Karena kopi yang saya seduh sudah mulai dingin. Sebab akibat saya telah menulis cerita ini. Ah sudah saya mau minum kopi dulu ! mau ? beli sana !
0 Comments