9 Puisi Romantis Populer Karya Sapardi Djoko Damono

9 Puisi Romantis Populer Karya Sapardi Djoko Damono


Sapardi Djoko Damono

SINIJON! MagazineSiapa yang tak kenal dengan penyair Indonesia yang melegenda. Salah satunya yaitu mendiang Sapardi Djoko Damono, seorang lelaki yang lahir di kota Surakarta tanggal 20 Maret 1940, dan telah meninggakalkan dunia ini dengan damai dan sejahtera di kota Tanggerang Selatan tanggal 19 Juli 2020 lalu.

80 Tahun beliau bernafas dan bertarung dengan hiruk-pikuk dunia ini. Ya, tentu tidak mudah. Namun semuanya bisa beliau lalui dengan sederhana dan penuh dengan rasa cinta. Ya, dengan cinta.

Dikenal dan harum namanya dengan karya-karya sastranya, khususnya puisi yang menggambarkan dengan kesederhanaan yang penuh makna dalam kehidupan.

Banyak kalangan yang mengagumi karya beliau, ini bukan main-main. Walaupun tercermin sederhana, namun lihat apa yang berada dalam kesederhanaan itu.

Bukan hanya itu, beliau juga populer dengan puisi-puisi romantisnya. Bukan sekedar berbicara soal asmara, namun bagaimana kita mencintai seluruh alam semesta ini tanpa harus bergelut dengan rumus-rumus yang dapat merumitkan menjalani kehidupan ini.

Baca juga : Chord Gitar & Lirik Iwan Fals - Yakinlah

Puisi-puisinya juga telah banyak dijadikan  musikalisasi puisi oleh mahasiswanya di UI sehingga menjadikannya semakin populer di kalangan anak muda masa kini.

Ini ada beberapa karya populer Sapardi Djoko Damono yang menyederhanakan asmara dan abadi selamanya.


Hujan Bulan Juni

tak ada yang lebih tabah

dari hujan bulan Juni

dirahasiakannya rintik rindunya

kepada pohon berbunga itu


tak ada yang lebih bijak

dari hujan bulan Juni

dihapusnya jejak-jejak kakinya

yang ragu-ragu di jalan itu


tak ada yang lebih arif

dari hujan bulan Juni

dibiarkannya yang tak terucapkan

diserap akar pohon bunga itu


 

Aku Ingin

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana

dengan kata yang tak sempat diucapkan

kayu kepada api yang menjadikannya abu


Aku ingin mencintaimu dengan sederhana

dengan isyarat yang tak sempat disampaikan

awan kepada hujan yang menjadikannya tiada


1989


 

Hatiku Selembar Daun

Hatiku Selembar Daun


Hatiku selembar daun

melayang jatuh di rumput;


Nanti dulu,

biarkan aku sejenak terbaring di sini;

ada yang masih ingin kupandang,

yang selama ini senantiasa luput;


Sesaat adalah abadi

sebelum kausapu tamanmu setiap pagi.


 

Pada Suatu Hari Nanti

Pada suatu hari nanti,

Jasadku tak akan ada lagi,

Tapi dalam bait-bait sajak ini,

Kau tak akan kurelakan sendiri.


Pada suatu hari nanti,

Suaraku tak terdengar lagi,

Tapi di antara larik-larik sajak ini.


Kau akan tetap kusiasati,

 

Pada suatu hari nanti,

Impianku pun tak dikenal lagi,

Namun di sela-sela huruf sajak ini,

Kau tak akan letih-letihnya kucari.


 

Akulah Si Telaga

akulah si telaga:


berlayarlah di atasnya;

berlayarlah menyibakkan riak-riak kecil


yang menggerakkan bunga-bunga padma;

berlayarlah sambil memandang harumnya cahaya;

sesampai di seberang sana, tinggalkan begitu saja


— perahumu biar aku yang menjaganya.


1982


 

Metamorfosis


Ada yang sedang menanggalkan

kata-kata yang satu demi satu

mendudukkanmu di depan cermin

dan membuatmu bertanya


tubuh siapakah gerangan

yang kukenakan ini

ada yang sedang diam-diam

menulis riwayat hidupmu

menimbang-nimbang hari lahirmu

mereka-reka sebab-sebab kematianmu


ada yang sedang diam-diam

berubah menjadi dirimu.


 

Dalam Diriku


Dalam diriku mengalir sungai panjang

Darah namanya;

Dalam diriku menggenang telaga darah

Sukma namanya;

Dalam diriku meriak gelombang sukma

Hidup namanya!

Dan karena hidup itu indah

Aku menangis sepuas-puasnya.


 

Di Restoran


Kita berdua saja


Duduk


Aku memesan ilalang panjang dan bunga rumput

Kau entah memesan apa


Aku memesan batu


Di tengah sungai terjal yang deras


Kau entah memesan apa


Tapi kita berdua saja


Duduk


Aku memesan rasa sakit yang tak putus


Dan nyaring lengkingnya,

Memesan rasa lapar yang asing itu


 

Dalam Doaku


Dalam doa subuhku ini kau menjelma langit yang

semalaman tak memejamkan mata, yang meluas bening

siap menerima cahaya pertama, yang melengkung hening

karena akan menerima suara-suara


Ketika matahari mengambang diatas kepala,

dalam doaku kau menjelma pucuk pucuk cemara yang

hijau senantiasa, yang tak henti-hentinya

mengajukan pertanyaan muskil kepada angin

yang mendesau entah dari mana


Dalam doaku sore ini kau menjelma seekor burung

gereja yang mengibas-ibaskan bulunya dalam gerimis,

yang hinggap di ranting dan menggugurkan bulu-bulu

bunga jambu, yang tiba tiba gelisah dan

terbang lalu hinggap di dahan mangga itu


Maghrib ini dalam doaku kau menjelma angin yang

turun sangat perlahan dari nun disana, bersijingkat

di jalan dan menyentuh-nyentuhkan pipi dan bibirnya

di rambut, dahi, dan bulu-bulu mataku


Dalam doa malamku kau menjelma denyut jantungku,

yang dengan sabar bersitahan terhadap rasa sakit

yang entah batasnya, yang setia mengusut rahasia

demi rahasia, yang tak putus-putusnya bernyanyi

bagi kehidupanku


Aku mencintaimu,

itu sebabnya aku takkan pernah selesai mendoakan

keselamatanmu


Berikut adalah beberapa  puisi yang pupuler dari karya sang maestro yaitu Sapardi Djo Damono, yang membuat semua kalangan kagum dan terpesona. Bahkan sampai dijadikannya musikalisasi puisi oleh para sastrawan.

Pak Sapardi, karyamu abadi.

Lihat juga :  White Shoes And The Couple Company - Senandung Maaf (Chord Gitar )

Post a Comment

2 Comments

/* popup adblock */